Perempuan dari Tanah BANGGA

Perempuan dari Tanah BANGGA

Dalam keseharian warga desa Bangga yang masih tidur di bawah atap huntara membuat beberapa keluarga harus berpikir keras untuk tetap melanjutkan hidupnya. Desa yang diterjang bencana berulang kali ini mulai dari gempa dahsyat 28 September 2018 hingga banjir bandang yang terjadi berulang membuat warganya harus dapat bersahabat dengan bencana dan beradaptasi dengan perubahan tatanan  sosial geografis yang ada.

Sejalan dengan itu, banyaknya NGO atau OMS atau oraganisasi sosial lainnya yang menyalurkan bantuan guna keberlanjutan hidup pasca bencana selalu dihadiri oleh warga dengan harapan bahwa ada hal baru yang dapat dipelajari. Salah satunya dirasakan pula oleh Ibu Lisna, seorang ibu rumah tangga di Bangga. Ia merasa kebingungan dengan kehidupannya setelah bencana alam pada 28 September 2018. Lapangan pekerjaan menjadi terbatas dan mendorong beliau harus kreatif agar dapur tetap berasap.

Lisna yang dari awal memang hanya menjadi ibu rumah tangga mulai tertarik ikut beberapa pelatihan agar menambah wawasan karena beliau harus ikut menjadi tulang punggung keluarga. Hari ini, program pemberdayaan yang tersisa semenjak tahun 2018 adalah program PRP. Program tentang penanganan sampah yang di dalamnya ada Bank Sampah, daur ulang dan produk alternatif, menjadi salah satu harapan baru untuk beliau. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat berdaya namun tetap menjaga lingkungan. Ini merupakan hal baru bagi warga Desa Bangga khususnya kelompok bentukan IBU FOUNDATION karena selama ini masyarakat beranggapan bahwa sampah hanya dibuang dan dibakar namun ternyata bisa mendatangkan sisi ekonomi bila di kelola dengan baik.

Berdasarkan cerita dari ibu Lisna bahwa “Saya baru tahu karena di sini (Desa Bangga) sampah masih dicampur dan dibakar menjadi satu. Dengan adanya sosialisasi yang diadakan oleh teman teman IBU membuat banyak masyarakat menjadi sadar akan lingkungan serta menambah nilai ekonomi keluarga. Awalnya saya ikut dan tertarik untuk bergabung karena ada ilmu baru dan pengalaman baru.” kata Ibu Lisna imbuhnya.

Dalam menjaga lingkungan ternyata dapat dimulai dari hal sederhana dengan membuang dan mengelola sampah dari rumah. Poin terpentingnya menumbuhkan kemauan untuk sadar bahwa sampah menjadi persoalan kita semua, baik di tingkat rumah tangga maupun di tingkat yang lebih tinggi.

“Asik Minim Plastik” Dalam Program Pengurangan Sampah Plastik Di Huntara Mpanau Dan Tondo, Kabupaten Sigi

“Asik Minim Plastik” Dalam Program Pengurangan Sampah Plastik Di Huntara Mpanau Dan Tondo, Kabupaten Sigi

Palu, 11 Desember 2019

IBU Foundation bersama Lingkar Hijau, WALHI, Sahabat Relawan, Sikap Institute, AWAM Green, KOMIU, LPSHAM AJI Palu dan Komunitas HISTORIA, berkolaborasi dalam Gerakan “Asik Minim Plastik” untuk pertama kalinya pada hari Rabu, 11 Desember 2019, pukul 15.00-21.00 WITA.

Kegiatan Forum NGO ”Aksi Minim Plastik” dengan tajuk “Asik Minim Plastik” ini dilaksanakan di dua tempat berbeda yaitu di area huntara (hunian sementara) Mpanau dan Huntara Tondo, Kabupaten Sigi selama dua hari sampai hari Kamis, 12 Desember 2019. Tidak hanya diisi oleh pertunjukan musik saja dan program radio khusus, acara yang digelar selama dua hari ini juga akan dimeriahkan dengan adanya pasar murah, pemutaran video edukasi, kegiatan mewarnai untuk anak-anak, dan penukaran sampah plastik dengan produk alternatif pengganti plastik.

Gerakan “Asik Minim Plastik” bertujuan untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai melalui konsep 4R (reuse atau guna ulang, reduce atau kurangi, recycle atau daur ulang, dan replace atau ganti produk). Konsep pasar murah minim plastik dalam kegiatan ini diharapkan dapat mengubah citra pasar yang selalu dikatakan sebagai sumber sampah plastik di mata masyarakat. Selain itu, agar masyarakat luas juga melihat bahwa sebuah perubahan itu dapat dilakukan. “Asik minim plastik” mengangkat kekayaan produk-produk alternatif dan daur ulang yang berasal dari kelompok masyarakat sekitar. Keterlibatan kelompok masyarakat ini, sebagai upaya dalam penyebaran pesan akan pentingnya pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik dalam rumah tangga. Meningkatkan pengetahuan dalam pengurangan dan pengelolaan sampah plastik, mulai dari keluarga, kepada masyarakat luas di Kota Palu dan Kabupaten Sigi.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi, Afit Lamakarate yang menyarankan agar ibu-ibu mulai membawa tas belanja sendiri dan jika memang tonda (tas kerajinan lokal dari Kabupaten Sigi. Terbuat dari daun silar. Tonda dapat bertahan untuk satu tahun pemakaian) sudah tidak lagi diminati mungkin diperlukan bentuk inovasi dari tonda, pada akhirnya penting untuk mulai dari diri sendiri dan dalam tingkatan rumah tangga.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi, IBU bersama rekan-rekan NGO yang tergabung dalam Forum NGO “Aksi Minim Plastik” berharap kegiatan ini akan bermanfaat dan dapat memberikan edukasi tentang penggunaan-ulang, pengurangan, daur-ulang dan penggantian produk plastik sekali pakai di daerah terdampak bencana di area hunian sementara Mpanau dan Tondo.

Lino kita, nTe Pue kana Ra Jagai, Lino Kita nte Pue Ne Rakalingasi

Alam/kampung harus selalu dijaga, dan jangan lupakan/berpaling dari Tuhan