Sejak dulu, banyak orang beranggapan bahwa kepandaian atau kecerdasan seseorang diukur berdasarkan mampu atau tidaknya mereka dalam mengerjakan persoalan hitungan atau nilai mata pelajaran IPA yang mereka peroleh di kelas. Orang tua akan menjadi sangat bangga pada anak mereka, bila nilai Matematika dan IPA anak-anaknya memeroleh nilai yang tinggi di kelas. Sebaliknya, orang tua menjadi sangat sedih dan kecewa, bila anak-anak mereka tidak bisa memeroleh nilai yang tinggi pada kedua mata pelajaran-mata pelajaran tersebut. Berapa banyak orang tua yang sampai saat ini masih lebih bangga anak-anaknya masuk jurusan IPA daripada IPS atau Bahasa?
Di sisi lain, anak juga merasa sangat tertekan bila mereka tidak bisa memenuhi tuntutan untuk memeroleh nilai yang baik pada mata pelajaran Matematika dan IPA. Hal tersebut bahkan tidak jarang menjadi salah satu nilai negatif yang diberikan pada diri mereka sendiri, “Saya nggak pintar, karena saya nggak bisa Matematika.” Hingga saat ini, masih banyak yang beranggapan bahwa kecerdasan seseorang “hanya terbatas” pada kemampuan berhitung dan memahami rumus. Hal ini cukup memprihatinkan, sebab pada kenyataannya, manusia dianugerahi begitu banyak kemampuan yang luar biasa, tanpa “terbatas” pada kemampuan menghitung atau memahami rumus.
Seorang Psikolog Perkembangan dari Amerika bernama Howard Gardner yang pertama kali merumuskan bahwa manusia memilliki berbagai macam kecerdasan dalam dirinya. Teori ini dikenal dengan “Theory of Multiple Intelligences” atau “Teori Kecerdasan Majemuk”. Kecerdasan-kecerdasan (atau kompetensi-kompetensi) tersebut berkaitan dengan kemampuan unik yang dimiliki setiap orang, sebab meski mungkin satu orang memiliki seluruh kecerdasan tersebut, namun ada kecerdasan-kecerdasan yang paling menonjol, yang berkaitan dengan kecerdasan lainnya sebagai pendukung atau pelengkap. Itulah sebabnya, setiap orang menjadi unik dengan kecerdasannya masing-masing.
Gardner merumuskan ada 9 kecerdasan majemuk, yaitu:
1. Kecerdasan Verbal-lingustik (Verbal-linguistic intelligence), yaitu kemampuan yang baik dalam mengembangkan keterampilan verbal dan sensitivitas terhadap suara, makna, dan ritme dari kata-kata.
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan berbahasa yang baik, seperti editor, jurnalis, penerjemah, dan presenter radio/televisi.
2. Kecerdasan Logika-matematik (Logical-mathematical intelligence), yaitu kemampuan untuk berpikir konseptual dan abstrak, serta kapasitas untuk memahami pola-pola logika dan angka-angka (numerikal).
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan analisa permasalahan dan penalaran logis dan/atau matematis seperti analis, pegawai bank, akuntan, ilmuwan, dan ahli statistik.
3. Kecerdasan Spasial-visual (Spatial-visual intelligence), yaitu kapasitas untuk membayangkan suatu bentuk/citra atau gambar-gambar, serta memvisualisasikannya secara abstrak dan akurat.
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan menginterpretasi dan menciptakan gambaran-gambaran visual dan memahami hubungan antara gambar dan ruang seperti arsitek, kontraktor, ahli tata-kota, fotografer, dan desainer grafis.
This intelligence is usually found in professions that require the ability to interpret and create visual images and understand the relationship between images and space such as architects, contractors, urban planning experts, photographers, and graphic designers.
4. Kecerdasan Gerak Tubuh-kinestetik (Bodily-kinesthetic intelligence), yaitu kemampuan untuk mengendalikan pergerakan-pergerakan tubuhnya serta keterampilan untuk menguasai peralatan-peralatan/ benda-benda (objek).
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan koordinasi fisik dan mata yang baik, keseimbangan tubuh, dan keterampilan jari-jemari seperti penari, guru olahraga, penjahit, atlit, dan perawat.
5. Kecerdasan Musikal (Musical intelligence), yaitu kemampuan untuk menciptakan dan mengapresiasi ritme, tangga nada, dan warna nada.
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan untuk peka terhadap suara, ritme, dan hubungan antara suara dan perasaan seperti musisi, composer, dirigen, produser musik, dan penyanyi.
6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal intelligence), yaitu kapasitas untuk mengenali dan merespon suasana hati, motivasi/tujuan, serta hasrat orang lain dengan tepat.
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, dan memahami situasi dan kondisi mereka seperti psikolog, konselor, politisi, marketing, dan guru.
7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal intelligence), yaitu kapasitas untuk menyadari keseluruhan diri sendiri, dan menyatu dengan perasaan-perasaan, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan proses berpikir dalam diri.
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan penilaian yang objektif dan pengendalian diri seperti pengajar, penulis, konselor, filsuf, dan rohaniwan.
8. Kecerdasan Natural (Naturalist intelligence), yaitu kemampuan untuk mengenali dan mengelompokkan tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan, dan benda/objek lain yang ada di alam.
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan pengenalan akan alam, kepekaan dalam merawat dan melestarikan alam seperti aktivis lingkungan hidup, petani, peternak, dokter hewan, dan polisi hutan.
9. Kecerdasan Eksistensial (Existential intelligence), yaitu sensitivitas dan kapasitas untuk mengatasi pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai eksistensi manusia, seperti “Apa tujuan hidup ini?”, “Mengapa kita mati?”, “Bagaimana kita bisa hidup di dunia ini?”
Kecerdasan ini biasanya banyak ditemukan pada profesi-profesi yang memerlukan kemampuan mengenai konsep-konsep abtrak tentang kehidupan dan keberadaan manusia seperti filsuf, dan rohaniwan.
Meski pada perkembangannya mungkin masih banyak ditemukan berbagai jenis kecerdasan lainnya, namun setidaknya hal ini cukup membuktikan bahwa kecerdasan seseorang tidak hanya dapat diukur berdasarkan kemampuan berhitung atau memahami rumus saja. Masih ada begitu banyak kecerdasan manusia yang masih bisa digali dan dikembangkan demi kepentingan diri sendiri dan banyak orang. Semoga semakin banyak orangtua yang peka terhadap kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki oleh anak-anaknya, sehingga kemampuan anak bisa dikembangkan dengan tepat sesuai dengan potensi mereka.