Ramadan dan Balita
Dalam keluarga dengan anak pada umumnya dan anak prasekolah khususnya (kurang dari 7 tahun) pengenalan tentang Ramadan merupakan hal yang jamak dilakukan. Ada berbagai cara baik yang bisa dilakukan sebagai dasar bagi anak untuk bisa mengikuti kegiatan di Bulan Ramadan.
Hal paling pertama yang mesti disadari adalah tidak ada kewajiban berpuasa untuk anak karena belum menginjak usia baligh (hukum dalam Islam yang menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan). Seorang anak dilatih untuk berpuasa dipandang sebagai pembiasaan untuk kemudian bisa melakukannya saat kewajiban tersebut sudah harus mereka tunaikan. Jika berbicara tentang latihan, maka ada prinsip-prinsip yang mestinya menjadi pengingat tentang bagaimana pelaksanaan latihan tersebut sehingga bisa dikatakan sukses. Pembahasan kali ini akan berfokus pada khusus pelaksanaan ibadah puasa.
- Mencontohkan.
Anak pada umumnya dan balita khususnya adalah peniru dari lingkungan terdekat mereka, dalam hal ini adalah keluarga. Oleh karena itu bagaimana suatu keluarga menjalankan ibadah akan menjadi contoh bagi mereka dalam menjalankan ibadahnya. Ketika suatu keluarga mencontohkan ibadah puasa dengan sahur dan berbuka secukupnya, maka kemungkinan besar itulah yang akan mereka lakukan. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk menjalankan kebiasaan-kebiasaan baik berkaitan dengan ibadah. - Menjawab Pertanyaan-pertanyaan.
Ibadah puasa adalah salah satu sarana bagi anak untuk bertanya tentang hal yang ada di sekelilingnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti: “apa itu puasa?”, “kenapa berpuasa?”, “kenapa ibu puasanya tidak penuh seperti ayah?”, “puasa kok ngga bikin meninggal padahal ngga makan dan minum?”, dan lain sebagainya, adalah media tepat bagi orang tua untuk menjalin kedekatan dengan anak, menjadikan diri sebagai pihak yang ditanyai anak ketika mereka tidak mengetahui sesuatu. Jawaban yang diberikan mestinya menjadi jembatan terbuka dan terpeliharanya komunikasi yang baik antara anak dan orangtua. Hal ini menjadi kesempatan bagi orang tua untuk terus belajar tentang pelaksanaan ibadah sehingga bisa menjadi lebih baik dari tahun ke tahun. - Anak adalah pahlawan dirinya sendiri.
Menjelaskan di Bulan Ramadan ini sebagai cara untuk senantiasa rendah hati dan merasakan bagaimana kelaparan adalah hal yang abstrak bagi anak sehingga bisa membuat anak gagal paham. Pola pikir anak yang bersifat konkrit perlu direspon pula dengan jawaban yang konkrit dan lebih bisa mereka pahami. Bagi anak, sifat baik dan buruk masih merupakan dikotomi yang sangat jelas perbedaannya seperti melihat hitam dan putih. Menghayati pengertian baik dan buruk dalam perspektif anak merupakan salah satu cara untuk menjelaskan mengenai ibadah di Bulan Ramadan. Bisa dijelaskan kepada anak bahwa tubuhnya memiliki pahlawan yang terus berjuang melawan bibit penyakit setiap hari. Pada saat berpuasa, pahlawan-pahlawan tersebut sedang beristirahat dan recharge energy karena mereka tidak perlu waspada lagi dengan musuh penyakit yang datang bersama makanan dan minuman. Hal ini pada akhirnya membuat anak merasa dirinya adalah pihak aktif dalam melawan musuh-musuh. - Kegiatan-kegiatan mengisi waktu di Bulan Ramadan.
Anak memiliki sifat spontan sekaligus mudah dialihkan. Merupakan hal yang wajar saat sedang berpuasa mereka spontan mengeluh lapar dan haus apalagi ketika merasa bosan. Membuat kegiatan-kegiatan pengisi waktu merupakan hal yang bisa mengalihkan keinginan untuk makan dan minum, seperti kegiatan-kegiatan yang memang mereka senangi. Usaha orang tua untuk memfasilitasi anak menemukan dan melakukan kegiatan-kegiatan pengisi waktu pada dasarnya bisa digunakan sebagai bahan diskusi dengan anak tentang menunda keinginan sampai waktu yang dijanjikan tiba. Menunda waktu membeli mainan sampai saat yang diperbolehkan, menunda makan makanan ringan sampai waktu yang diijinkan, dan contoh menunda hal-hal lainnya. Bagaimana perasaan mereka saat harus menunda, bagaimana perasaan mereka saat berhasil menunda. Sehingga hakikat menunda keinginan sampai saat yang tepat tiba merupakan latihan yang bisa diberikan kepada anak, sekaligus sebagai bahan orang tua juga untuk bercermin dari pelaksanaan ibadah puasa. - Pemberian hadiah.
Pada anak usia akhir balita (5-6 tahun), ada beberapa anak yang bisa menyelesaikan puasa sampai akhir, yang membuat sukacita orang tua sehingga memberikan hadiah. Hadiah bisa dipandang sebagai hal yang membuat anak bersemangat berpuasa dan sebagai motivasi yang sifatnya eksternal. Namun semestinya dilakukan dengan hati-hati dan bijak dengan melihat kemampuan anak. Boleh saja menargetkan anak bisa puasa penuh 10 hari, 20 hari, atau selama Bulan Ramadan, setelah menanyakan kesiapan dan melihat perjuangan anak memenuhi targetnya tersebut. Terutama sekali perlu diingatkan bahwa berhasil atau tidaknya mereka tidak menjadikannya merasa lebih baik dari teman-teman sebayanya yang belum penuh berpuasa ataupun yang tidak puasa sama sekali. Oleh karena itu mesti pula dihindari kalimat yang menyemangati anak berpuasa dengan membandingkannya dengan anak lain yang sudah bisa berpuasa sampai saat berbuka tiba. Harus ada “hadiah” ketika mereka yang menargetkan puasa 10 hari, ternyata hanya bisa 3 hari, sehingga tidak mengalami kecewa yang tidak perlu. Hadiah yang “aman” untuk diberikan kepada anak contohnya menyediakan makanan favorit anak saat berbuka, pelukan, dan ucapan apresiatif tulus tentang momen perjuangannya menahan haus dan lapar sampai saat berbuka tiba. Misalnya saat ia berjuang mengalahkan kantuk untuk makan sahur bersama atau saat ia tidak mengeluh lapar dan haus. - Tujuan akhir.
Bagi anak usia balita sampai prasekolah, puasa di Bulan Ramadaan sebaiknya bertujuan untuk latihan dan pembiasaan anak melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh agama, dengan memperhatikan fitrah mereka, tidak mengurangi kegembiraan dalam masa kanak-kanak mereka. Oleh karena itu ketika ada yang bisa berpuasa sampai selesai (sampai waktu berbuka tiba), hal itu adalah bonus. Namun yang paling penting adalah mereka mengenal dan menghayati bahwa Bulan Ramadan adalah bulan yang menyenangkan. Saat mereka bisa makan makanan favorit mereka, saat bisa intens berkomunikasi dengan orangtua, mereka bisa merasakan dipeluk dan digendong untuk membasuh muka sebelum makan sahur, saat mereka bisa membuktikan diri kalau mereka bisa menunda untuk makan dan minum sampai saatnya tiba kemudian diberikan apresiasi tulus dari orang tua.
Bagi anak balita, momen Ramadan bisa menjadi momen mereka meningkatkan kelekatan dan kehangatan hubungan dengan orang tua dan anak. Berbagai modifikasi yang dilakukan orang tua seperti boleh berbuka setelah Azan Zuhur, boleh sahur sampai jam 6 pagi, dan lain sebagainya bisa saja dilakukan karena intinya adalah ada penundaan pemuasan kebutuhan makan dan minum mereka serta menghargai proses mereka ikut bergembira di bulan penuh rahmat.