Sikakap, 01/05/2011
[av_dropcap1]K[/av_dropcap1]M 46 Kinumbuk begitu orang-orang selalu menyebutnya. Salah satu lokasi relokasi pengungsian tsunami Mentawai.
KM 46 atau Dusun Kinumbuk terletak disalah satu gugusan Kepulauan Mentawai.
ada 4 Pulau Besar dikepulauan Mentawai, Siberut pulau terbesar di Mentawai yang letaknya paling Utara.
Sipora atau Tua Pejat adalah ibu kota Kabupaten Mentawai, Pagai Utara atau Sikakap dan Pagai Selatan.
Dusun Kinumbuk terletak di pagai selatan, gugusan pulau paling bawah dari kumpulan pulau-pulau di Mentawai.
Hari pertama aku tiba di Kinumbuk dusun ini kelihatan sepi, ” apa karena habis hujan ya, mereka pada dirumah kali ” pikir ku. Ada sekitar 60 unit Huntara (hunian sementara) yang tertata rapi disepanjang kiri dan kanan jalan bersih dan asri. Aku mencoba mencari sambil menerka-nerka yang mana rumah kepala dusun. KLX berjalan pelan ditengah licinnya jalan tanah liat yang sedikit curam, menurun pelan dengan kecepatan 20 KM perjam. Mataku yang indah ini melihat sekumpulan gadis-gadis yang lagi asik bercanda tawa sambil berbisik-bisik melihat kearahku. Mungkin mereka lagi ngerumpikan diriku, atau terkagum-kagum pada diriku.
” cowok cakep dan jatan sekali datang kemari ” mungkin begitulah mereka membicarakan diriku….hahahahahaha. KLX hijau dengan reflek tanpa terkendali dan diluar alam sadar berbelok kearah kumpulan gadis-gadis Mentawai tersebut.
Benar kata orang gadis-gadis mentawai itu putih-putih, wajahnya khas mirip gadis Dayak dan Nias
Gak salah naluri laki-lakiku, begitu juga KLX ini belok kearah gadis-gadis ini. Bener tanpa sadar trail ini belok sendiri seperti ada magnit yang menarik untuk mendekat kearah mereka.
Ku hampiri sambil bertanya ” Dik dimana rumah bapak kepala dusun “. Mereka menunjuk kerah salah satu rumah yang tidak jauh yang didepannya masih berdiri 2 shater box, ” sedak (disana) ” kata mereka mengunankan bahasa mentawai. Aku hanya termangut-mangut sok mengerti maksud mereka.
” o’oi… surak sabeu ( ya…terima kasih ) ” jawabku, sambil meninggalkan kumpulan gadis-gadis manis tersebut. Memang terasa berat buat ku untuk meningggalkan mereka, tapi apa boleh buat tugas tetap tugas harus cepat selesai….hahahahaha.
” Sore Bapak, permisi bapak…bapak kepala dusun permisi…” begitu teriaku sedikit keras dengan harapan, bapak kepala dusun segera keluar. Tak lama kemudian keluarlah seorang paruh baya dengan wajah mirip jepang atau mongol, mungkin ini bapak kepala dusun fikir ku. Ternyata dugaan ku benar dia adalah bapak kepala dusun Kinumbuk, wajahnya yang khas dan berahang keras menunjukan betapa kerasnya kehidupan yang telah mereka lalui.
” saya Yeka pak…kami dari….bla…bla..bla…” jelas ku memperkenalkan diri,
” o’oi …kawat ..silakan duduk…iya dulu lembaga ini pernah masuk ke dusun kami pada saat emergancy..” jelasnya panjang lebar. Dan kami mulai bercerita sambil mengenang masa-masa emargancy dulu pada saat tsunami menerjang dusun Kinumbuk. Tak lama segelas kopi dan pisang rebus keluar, sebagai pelengkap dan menambah semangat obrolan kami.
Tak lama kemudian satu persatu masyarakat mulai berkumpul dan ikut dalam obrolan, semakin lama semakin banyak juga. Mungkin mereka tertarik dengan melihat KLX yang terpakir didepan rumah bapak kepala dusun. Bisa juga mereka berfikir bahwa ada bantuan yang datang, sehingga mereka wajib ikut agar mendapatkan jatah bantuan…
Akhirnya kami berbagi cerita, mulai dari A sampai Z. Mulai dari tatanan Sosial, Ekonomi, Politik sampek ke Asset kepemilikan lahan. Pada akhirnya aku dan mereka sampai pada kebutuhan utama yang menjadi masalah mereka saat ini kebutuhan pokok kehidupan air bersih….. ya air bersih.
Air bersih selama ini mereka dapat dari menampung air hujan, jika tidak ada hujan bagaimana….???
mereka harus berjalan lebih dari 1 KM untuk naik turun bukit dan masuk hutan.
” wow…..mantap pikir ku ” tapi aku sadar itu tidak baik untuk anak-anak kecil dan ibu-ibu hamil. “Mareunan pe’ilek (air kami masih jauh) ” celetuk salah satu bapak-bapak yang kira-kira sudah berumur hampir 80 tahun.
” joja ai kabebet lele’o (airnya dibalik gunung) ” lanjut bapak tua tadi.
” bule kuakek kainia kalagai (tolong datangkan air kedesa kami) ” permohonan atau harapan yang terlontar dari bibir kriput bapak tua itu.
Aku hanya tertegun diam seribu bahasa dan tidak bisa menjawab apa-apa. Yang ada dihati ini hanya semangat dan keraguan yang bertanya-tanya ” bisakah aku membawa air kedusun ini “. Aku sendiri belum berani menjawab…..tapi ini yang menjadi masalah kita bersama, masalah kami yang ada disini.
Bukan masalah kalian yang tinggal kota atau peradapan katanya, yang hidup penuh dengan fasilitas yang tersedia hanya tidak dirawat dengan baik. Karena dana perawatannya habis dikorup untuk membucitkan perut dan kepuasan nafsu birahi belaka.
Begitulah harapan masyarakat Kinumbuk
Mereka berharap air bisa sampai didusun mereka…